4 sehat, 5 semburat

Setelah daging glonggongan, sekarang munculah daging 'second' atau daging 'sampah' di pasaran. Apa lagi yang bisa kita bayangkan, selain rasa jijik, dan tentu saja semakin konyolnya bangsa indonesia.

Semoga kita tidak pernah lupa, membangun dan membentuk generasi bangsa yang sehat tentu saja menjadi salah satu tujuan pembangunan negara kita dan sudah sewajarnya jika pemerintah benar-benar mengalokasikan 'perhatian' lebih kepada hal ini.
Tentu saja dibalik pemikiran yang smart dan cerdas, terdapat tubuh yang sehat dan sebaliknya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat (mensana in corporesano). Yang menjadi perhatian kita saat ini tentu saja, nutrisi apa saja yang merupakan 'bagian' untuk membangun badan yang sehat. Tentu saja yang cukup mineral, vitamin, kalsium, karbohidrat dan lain sebagainya.
Dan sekedar untuk diketahui saja, bangsa ini telah membentuk dan mencetap 'pemikiran sehat' itu jauh sejak jaman orde baru dahulu kala. Dengan paket yang bisa di sebut '4 Sehat, 5 Sempurna' bangsa ini sudah mencoba menanamkan 'jiwa' sehat kepada setiap anggota masyarakat yang ada.

Setelah merdeka lebih dari 50 tahun
Lebih dari 50 tahun kita telah merdeka, dan bangsa kita telah diuji dengan berbagai gejolak perekonomian yang benar-benar terasa efeknya. Dan tentu saja efek terbesar adalah yang dirasakan oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Adanya kenaikan BBM, kenaikan biaya pendidikan, kenaikan biaya tranportasi sungguh makin mengajak bangsa ini untuk semakin mengikat erat pinggang-nya. Dan tentu saja yang paling utama dari berbagai 'kenaikan' adalah kenaikan harga bahan pokok.
Ketersediaan makanan dan 'urusan perut' adalah hal yang paling vital dalam kehidupan serta urusan yang paling sensitif dalam kehidupan, jadi sudah selayaknya 'kebutuhan' ini terpenuhi. Namun tampaknya terjadi 'kerusakan sistem' didalam manajemen kebutuhan pokok di bangsa ini.
Hampir tiap tahun, bangsa ini justru mengalami kenaikan harga bahan pokok yang signifikan. Dan (hebatnya,) pemerintah selalu mengungkapnya sebagai 'tradisi'. Mungkin saja bangsa ini telah kebal dengan 'tradisi' harga naik, tapi dibalik itu semua, ini menjadi sesuatu masalah yang 'besar' dan memberikan efek bagi kemajuan bangsa ini juga terjadi tanpa kita sadari.

Bangsa ini pernah besar

Setelah merdeka lebih dari 50 tahun ini, bangsa kita telah berhasil menempatkan diri sejajar dengan bangsa maju lain. Olimpiade fisika, Grandmaster catur, Medali emas olimpiade, bahkan sampai profesor termuda di amerika serikat adalah bukti nyata betapa bangsa ini sebenarnya siap menjadi salah satu bangsa yang diperhitungkan. Ditambah dengan ekspor Batu Bara, Gas Alam, dan logam-logam lain dari berbagai pelosok negeri, justru menunjukkan betapa wilayah kaya ini siap mengayomi kehidupan masyarakat diatasnya.

'bangsa ini pernah besar' mengutip kata-kata seorang politikus yang sedang giat 'menjual diri' untuk maju menjadi calon presiden di pemilu 2009, untuk mengingat kembali adanya program dan proses swasembada pangan di kurun waktu-kurun waktu orde baru yang biasa di kenal dengan repelita, dimana saat itu bangsa ini sedang 'berlari' mengikuti program 'era tinggal landas' yang menjadi simbol kemajuan bangsa.
Sebuah 'program' besar di era Soeharto dengan jangka waktu panjang yang kadang mengajak kita untuk memikirkan kembali apakah langkah kita menyuarakan orde reformasi ini sudah benar. Saat itu, bangsa ini memang 'makan' dan 'kenyang' sepuasnya. Harga kebutuhan juga dapat 'diatur' dengan sihir yang disebut 'subsidi'. Namun tentu saja ada 'permainan' tertentu yang akhirnya didobrak oleh orde reformasi yang kita hadapi saat ini.

Hadapi kenyataan saja
Tentu saja kita tidak bisa terus melihat kebelakang dan berharap semua kembali seperti dahulu. Sudah saat nya kita melangkah meski dihadapkan oleh kenyataan yang pahit.
Bulan puasa ini menjadi bulan yang penuh hidayah dan cobaan bagi bangsa kita. Di mulai dari kegagalan panen padi Super Toy yang (katanya) terbaik dari varietas unggulan yang ada, hingga muncullah daging 'sampah' atau daging 'second' yang benar-benar menyesakkan pemikiran kita. Bahkan untuk membayangkan saja, pikiran kita mungkin berat, daging sisa konsumsi yang telah dibuang di tempat sampah, diambil kembali dan diolah dengan pengawet serta dijual dengan harga murah untuk dikonsumsi kembali.

Susah memang membayangkan jika ada anggota keluarga kita yang turut mengkonsumsi makanan ini, bukannya makin sehat karena makan daging, namun justru menumpuk bibit racun ditubuh kita. Apa mungkin, prestasi yang tinggi bisa dicapai, atau apa mungkin badan akan mendapatkan nutrisi yang lengkap. Rasanya mimpi menjadi bangsa yang maju dan besar 'dikubur' dulu. Nasi bisa diganti dengan jagung atau gandum, sayuran banyak tersedia di negara kita yang subur, buah-buahan melimpah, tapi lauk pauk dan susu sebagai penyempurnanya, tunggu dulu. Harga kedelai naik, tempe dan tahu jadi mahal, mau makan daging, yang tersedia daging 'second' ini.
Kalau sudah begini, berarti sudah tidak lagi 4 sehat, 5 sempurna, tetapi 4 sehat, 5 semburat.

Comments