tahun ini kami kembali mudik, namun dengan sedikit perbedaan dan gaya.
haha..
tahun ini saya tidak berhasil mendapatkan tiket kereta api.
meskipun 2 hari berturut-turut saya sudah antri tiket di stasiun kereta dan mulai subuh pula, tetap saja hanya dalam hitungan menit, tiket sudah habis..
untuk masalah ini, saya gak tahu lagi, harus menyalahkan pemerintah atau PT.KAI atau memang jumlah yg butuh tiket juga banyak.
Saya lebih suka 'disalahkan' karena tidak antri sejak jam 23.00 atau mungkin sebelum Tarawih sehari sebelumnya dengan membawa tikar dan bantal, sebagai pelengkap antri (baca:tidur di stasiun..):)
untuk tahun ini, bis menjadi pilihan terakhir kami.
Tiket bis kelas Executive dengan harga tiket yang sama dengan harga tiket kereta sudah ditangan untuk pemberangkatan H-3 besok.
terbayang bagaimana antrian dan kemacetan di jalan dan rasa lelah sepanjang perjalanan sudah menghantui teman perjalanan saya. dan untuk itu mulai saat ini saat sudah harus siap dengan mental dan sebisa mungkin memberikan 'pelayanan' dan 'kenyamanan' extra baginya. saya memang bukan figur yang mudah putus asa untuk 'memperjuangkan' kebahagiaan orang lain.
mudik atau pulang kampung sudah menjadi tradisi bagi mayoritas masyarakat.
menikmati lebaran nan suci bersama keluarga besar di kampung halaman masing-masing memang indah, dan niat itulah yang membentuk pemikiran semua orang untuk 'berjuang' agar bisa mudik di akhir bulan ramadhan ini.
Mudik memang berarti kegiatan perantau atau migran untuk kembali pulang.
ya.. pulang ke rumah..
emmm.. semua orang pastilah ingin 'pulang'.
Pulang menuju tempat yang mungkin disebut rumah atau tempat hati tertaut atau awal keberadaan diri.
tapi bagaimana dengan para perantau yang tidak memiliki 'rumah' atau tujuan mudik..??
bagaimana dengan penjelajah yang belum menemukan koordinat mudik yang tepat..??
-------------------------------------------------------------------------
tampaknya aku harus memang harus bercermin dari tulisanku sendiri...
aku 'pernah' punya rumah yang sangat aku banggakan dan impikan.
saat yang indah ketika Allah memberikan kesempatan padaku untuk pulang dan melepas lelah perjalanan panjangku.
rumah sederhana yang memang tidak begitu besar dan tidak berhalaman luas namun lebih dari cukup bagiku karena terdapat sofa hangat dan ribuan buku didalamnya.
sering aku terlelap dalam kenikmatan duduk di sofa sambil masih mendekap buku dan bahkan sering juga aku terdiam dan termangu saja karena aku tahu aku belum cukup bersyukur dengan hadirnya rumah yang nyaman ini.
aku tidak peduli pagar besi kokoh dan tembok tebal pembatas rumah yang kadang membuat mataku tertutup dari kehidupan dan imajinasiku tentang dunia luar.
karena memang aku sudah berjanji untuk 'merevisi' mimpiku demi bisa tinggal dilam dan menikmati setiap jengkal rumah indahku.
yaa...
aku 'pernah' punya rumah yang sangat aku banggakan dan impikan itu..
-------------------------------------------------------------------------
menyambut musim mudik ini, aku sedikit bingung...
'rumah' sedang direnovasi besar-besaran....
tanpa aku sadari...
rumah itu hanya fatamorgana dalam tulisan-tulisanku sebelumnya..
ketika jendela dan pintu dibuka semua, sinar matahari masuk menerangi ruangan dan aku mendapati kenyataan, bahwa itu bukan rumahku, belum jadi rumahku...
masih ada pemiliknya yang saat kudatangi itu, dia sedang melakukan perjalanan...
kenyataan memang tidak selamanya indah toh..
jadi akupun juga harus bisa menerimanya..
aku tidak mungkin menanyakan 'kebenaran' kepada dinding yang ber-cat tebal, atau kepada tumpukan buku yang bersampul erat...
aku hanya mencoba menelusuri dan merangkai kepingan-kepingan sejarah yang ternyata selama ini disimpan erat..
Allah khan Tidak Pernah Tidur....
dan Dia yang terus membimbingku menyelesaikan 'puzzle' sejarah rumah indahku ini...
------------------------------------------------------------------------
dan aku tetap tidak tahu lagi, kemana aku akan mudik 'lagi' tahun depan...
atau bahkan...
mungkin umurku yang sudah tidak cukup untuk mudik tahun depan.....
haha..
tahun ini saya tidak berhasil mendapatkan tiket kereta api.
meskipun 2 hari berturut-turut saya sudah antri tiket di stasiun kereta dan mulai subuh pula, tetap saja hanya dalam hitungan menit, tiket sudah habis..
untuk masalah ini, saya gak tahu lagi, harus menyalahkan pemerintah atau PT.KAI atau memang jumlah yg butuh tiket juga banyak.
Saya lebih suka 'disalahkan' karena tidak antri sejak jam 23.00 atau mungkin sebelum Tarawih sehari sebelumnya dengan membawa tikar dan bantal, sebagai pelengkap antri (baca:tidur di stasiun..):)
untuk tahun ini, bis menjadi pilihan terakhir kami.
Tiket bis kelas Executive dengan harga tiket yang sama dengan harga tiket kereta sudah ditangan untuk pemberangkatan H-3 besok.
terbayang bagaimana antrian dan kemacetan di jalan dan rasa lelah sepanjang perjalanan sudah menghantui teman perjalanan saya. dan untuk itu mulai saat ini saat sudah harus siap dengan mental dan sebisa mungkin memberikan 'pelayanan' dan 'kenyamanan' extra baginya. saya memang bukan figur yang mudah putus asa untuk 'memperjuangkan' kebahagiaan orang lain.
mudik atau pulang kampung sudah menjadi tradisi bagi mayoritas masyarakat.
menikmati lebaran nan suci bersama keluarga besar di kampung halaman masing-masing memang indah, dan niat itulah yang membentuk pemikiran semua orang untuk 'berjuang' agar bisa mudik di akhir bulan ramadhan ini.
Mudik memang berarti kegiatan perantau atau migran untuk kembali pulang.
ya.. pulang ke rumah..
emmm.. semua orang pastilah ingin 'pulang'.
Pulang menuju tempat yang mungkin disebut rumah atau tempat hati tertaut atau awal keberadaan diri.
tapi bagaimana dengan para perantau yang tidak memiliki 'rumah' atau tujuan mudik..??
bagaimana dengan penjelajah yang belum menemukan koordinat mudik yang tepat..??
-------------------------------------------------------------------------
tampaknya aku harus memang harus bercermin dari tulisanku sendiri...
aku 'pernah' punya rumah yang sangat aku banggakan dan impikan.
saat yang indah ketika Allah memberikan kesempatan padaku untuk pulang dan melepas lelah perjalanan panjangku.
rumah sederhana yang memang tidak begitu besar dan tidak berhalaman luas namun lebih dari cukup bagiku karena terdapat sofa hangat dan ribuan buku didalamnya.
sering aku terlelap dalam kenikmatan duduk di sofa sambil masih mendekap buku dan bahkan sering juga aku terdiam dan termangu saja karena aku tahu aku belum cukup bersyukur dengan hadirnya rumah yang nyaman ini.
aku tidak peduli pagar besi kokoh dan tembok tebal pembatas rumah yang kadang membuat mataku tertutup dari kehidupan dan imajinasiku tentang dunia luar.
karena memang aku sudah berjanji untuk 'merevisi' mimpiku demi bisa tinggal dilam dan menikmati setiap jengkal rumah indahku.
yaa...
aku 'pernah' punya rumah yang sangat aku banggakan dan impikan itu..
-------------------------------------------------------------------------
menyambut musim mudik ini, aku sedikit bingung...
'rumah' sedang direnovasi besar-besaran....
tanpa aku sadari...
rumah itu hanya fatamorgana dalam tulisan-tulisanku sebelumnya..
ketika jendela dan pintu dibuka semua, sinar matahari masuk menerangi ruangan dan aku mendapati kenyataan, bahwa itu bukan rumahku, belum jadi rumahku...
masih ada pemiliknya yang saat kudatangi itu, dia sedang melakukan perjalanan...
kenyataan memang tidak selamanya indah toh..
jadi akupun juga harus bisa menerimanya..
aku tidak mungkin menanyakan 'kebenaran' kepada dinding yang ber-cat tebal, atau kepada tumpukan buku yang bersampul erat...
aku hanya mencoba menelusuri dan merangkai kepingan-kepingan sejarah yang ternyata selama ini disimpan erat..
Allah khan Tidak Pernah Tidur....
dan Dia yang terus membimbingku menyelesaikan 'puzzle' sejarah rumah indahku ini...
------------------------------------------------------------------------
dan aku tetap tidak tahu lagi, kemana aku akan mudik 'lagi' tahun depan...
atau bahkan...
mungkin umurku yang sudah tidak cukup untuk mudik tahun depan.....
Comments