Menakar kualitas sains anak bangsa dari gerhana matahari


Tidak bisa dipungkiri jika terjadinya gerhana matahari total pada 9 Maret 2016 bukanlah sebuah isu yang ‘sexy’ di masyarakat. Bangsa kita masih banyak tenggelam oleh berbagai berita kriminal, berita supranatural dan berita ‘nyinyir’ yang cenderung membuka aib orang lain. Hal ini juga bisa dimaklumi karena kecenderungan banyak oknum yang menggunakan media tidak hanya sebagai sarana menyebarkan informasi, namun juga sebagai sarana menaikkan 'rating', mengejar target kuantitas pembaca serta sebagai kendaraan khusus untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Sebuah tantangan bagi media yang menyatakan diri sebagai penghantar ilmu dan sarana pendidikan masyarakat muncul ketika gerhana matahari total akan berlangsung di Indonesia.  Apakah banyak media mau, mampu dan siap untuk secara total memberikan liputan khusus mengenai fenomena alam yang luar biasa ini?  Atau jangan-jangan hanya Detik.com saja yang sejak awal sudah membuatkan sebuah liputan khusus yang berisi cerita, sejarah, dan seluk beluk gerhana matahari?

Kemauan media untuk membuat sajian khusus seperti inilah yang seolah menjadi angin segar dunia sains di sekitar kita.

Tidak banyak dari kita yang mengetahui kapan gerhana matahari terakhir terjadi di Indonesia. Tidak banyak juga dari kita yang ingat di kelas berapa kita belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang membahas terjadinya gerhana matahari. Bahkan dari semua pembaca liputan khusus Detik.com tentang gerhana matahari total, mungkin bisa dihitung dengan jari orang-orang yang memikirkan aspek dan efek gerhana terhadap perilaku satwa dan juga fotosintesa tumbuhan.

Tentu jawaban mudah dari kita adalah, ‘Itu urusan ilmuan-ilmuan dan gak penting bagi kehidupan kita..’. Sayangnya, jawaban itu yang menunjukkan kualitas sains di negara kita. Kita hanya diberikan dasar dan pondasi dari ilmu sains namun tidak ada kesempatan untuk lebih memahami secara mendalam mengenai sesuatu hal yang ada di alam semesta.

Gerhana matahari total adalah momen yang tepat bagi kita untuk belajar dan memahami di posisi mana kualitas ilmu sains di sekitar kita. Apakah jutaan wisatawan lokal yang akan datang ke jalur gerhana ini akan (sekedar) menjadi saksi dan menikmati hura-hura pesta ala gerhana yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat, ataukah akan ada nilai serta ilmu lebih yang akan mereka bawa pulang sebagai bagian dari pengembangan diri mereka sendiri.

Besar harapan bagi kita agar saat gerhana matahari total ini terjadi, akan banyak anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah tertarik untuk menyaksikan langsung sehingga akan terus membekas dalam ingatan mereka seperti apa gerhana matahari total itu sebenarnya.

Ini penting agar mereka dapat langsung membandingkan kenyataan dengan pelajaran gerhana di IPA kelas VI SD yang selama ini dipahami dari buku dan cerita para guru saja.


Lebih dari itu, semoga saja gerhana matahari total ini akan menjadi pemicu semangat anak-anak generasi penerus bangsa agar lebih tertarik dan ingin mendalami dunia sains lebih dalam. Mereka yang selama ini hanya ber-imajinasi dengan alat-alat praktikum bisa secara langsung merasakan gelapnya siang dan merasakan ‘hilangnya’ matahari selama beberapa saat di titik-titik gerhana total terjadi.

Setelah peritiwa yang sama di tahun 1983 kurang ‘menggigit’, maka tiba saatnya kita mencatat, merekam, meneliti, mengamati dan membuka berbagai rahasia alam melalui fenomena yang akan terjadi pada 9 Maret 2016 nanti. Semoga gerhana matahari total ini menjadi gerbang peningkatan nilai dan ketertarikan anak bangsa terhadap ilmu sains serta pintu besar dalam mencetak ilmuan-ilmuan baru yang tidak hanya dikenal di dalam negeri namun juga memberikan kontribusi besar untuk dunia ilmu pengetahuan.

Terima kasih untuk Detik.com yang mengawali, menggiring dan mengarahkan bangsa ini untuk lebih mengerti tentang apa, kapan dan bagaimana gerhana matahari total. Semoga bermanfaat selamanya.  


Comments